BAB II
LANDASAN TEORITIS
A.
Kerangka
Teoretis
Dalam suatu penelitian kerangka teoretis mempunyai
kedudukan yang sangat penting, karena kerangka teoretis itu merupakan titik
tolak bergeraknya seorang peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.
Pentingnya kerangka teoretis dalam suatu penelitian
dapat kita lihat pendapat Surakhmad ( 1982 : 36
) yang menyakan :
“Untuk melaksanakan
suatu penelitian kita harus mempunyai suatu kerangka teoretis sebagai titik
tolak berfikir untuk menyusun program penelitian atau sebagai tolak ukur
memulai perencanaan yang dapat menjadi arah dan batas bagi peneliti dan mudah
pelaksanaan penelitian baik sebagai dasar berfikir membuat program, dan akan
dilanjutkan sabagai dasar peneliti”.
Untuk memehami mengenai penelitian ini, peneliti
terlebih dahulu memberikan pengertian-pengertian menurut para ahli mengenai
komponen-komponen yang terdapat pada variable penelitian ini. Kerangka teoretis
disini yang akan dibahas adalah pengertian majas,pengertian majas metafora,
komponen metafora, jenis-jenis majas, majas yang terdapat dalam puisi Aku,
1.
Pengertian
Kemampuan
Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan.
Dapat disimpulkan kemampuan adalah suatu kesanggupan yang merupakan
kecendrungan untuk berusaha sedaya upaya mungkin, serta mampu atau sanggup
melakukan apa yang dikhendaki oleh seorang individu.
2.
Pengertian
Majas
Untuk memahami yang dimaksud dengan majas atau gaya
bahasa peneliti mengutip pendapat para ahli yang mengatakan sebagai berikut:
keraf ( 2007: 113 ) berpendapat majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa secara khas yang memperhatikan jiwa dan kepribadian penulis ( pemakai
bahasa ). Kosasih ( 2007 : 121 ) menyatakan majas atau gaya bahasa adalah kias,
bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan efek trtentu.
Gaya bahasa atau style menjadi
bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan sesuai tidaknya
pemakaian kata, frase, klusa, dan kalimat, bahkan mencakup pula wacana secara
keseluruhan. Menurut Keraf ( 2005 : 113 ) style atau gaya bahasa dapat dibatasi
sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara lisan maupun tulisan
khas yang memperlihatkan jiwa kepribadian penulis ( pemakai bahasa ).
Kridalaksana ( 1993 : 49 )
mengatakat gaya bahasa adalah pemanfaatan dan kekayaan bahasa oleh seseorang
dalam bertutur dan menulis.
Kosasih ( 2007 : 121 ) mengatakan,
bahwa “Majas ( figurative language ) adalah bahasa kias, bahasa yang di
pergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Majas merupakan bentuk retoris,
yang penggunaannya antara lain untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi penyimak
dan pembacanya.
Bertolak dari beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa majas adalah bahasa yang indah yang dipilih
seorang pengarang dalam mengungkapkan ide-ide ceritanya, sehingga
karya-karyanya semakin indah.
3.
Pengertian
Majas Metafora
Struktur dasar metafora
sangat sederhana, yaitu sesuatu yang dibicarakan, dan ada sesuatu yang dipakai
sebagai perbandingan. Jadi gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa yang
memperbandingkan sesuatu benda yang lain. Misalnya kedua benda yang
diperbandingkan mempunyai sifat yang sama. Contohnya kata jago yang mengacu kepada ayam yang baik ketika diadu. Pengertian
kata jago kiat di ambil, kemudian
dibandingkan dengan seorang pelari. Pelari itu mungkin pelari yang baik dank
arena itu kita katakana, ia jago lari.
Kata matahari dikatakan raja siang dan bulan dikatakan raja malam
atau dewi malam. Urutkan kata api
berkobar, kita katakana sijago merah dan kata gelandangan kita katakana sampah
masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas metafora
dapat dirinci 3 golongan, yakni :
1 . Metafora
antropromorfis
2 . Metafora
binatang
3 . Metafora
sinestetik
Metafora antropromorfis ( anthropomorphic ) adalah
metafora yang berhubungan dengan diri manusia. Telah diketahui bahwa diri
manusia terdiri dari unsur-unsur berupa hati, jantung, mata, mulut, punggung,
tangan dan seterusnya. Hal-hal yang berhubungan dengan manusia yakni
pemikirannya, pengalaman dan perasaannya. Manusia membandingkan dan
mengasosiasikan unsur-unsur badannya dengan alam sekitar, sehingga lahirlah
metafora : mulut sungai, jantung kota, jantung pertahanan lawan, mata pencaharian,
mata pisau, tangan kursi, punggung gunung, urat nadi penghubung, dan
sebagainya.
Bersarkan pengalaman, manusia mengenal kata batang,
buah daun, dan karena ini lahirlah Metafora yakni : batang tubuh, buah hati,
daun telinga, ini sebuah metafora yang berhubungan dengan diri manusia. Kalau
orang berkata mulut sungai, orang menghubungkan kata mulut yang ada pada
manusia dan serta kata mulut sungai. Telah diketahui bahwa unsur mulut terdapat
didepan. Kalau pengertian ini di kaitkan dengan mulut sungai, maka pastilah
asosiasi mengacu ketempat yang didepan. Tempat yang didepan pada sebuah sungai
yakni muara. Demikian pula ada orang mengatakan, urat nadi penghubung, asosiasi kita segera menghubungkannya dengan
urat nadi pada diri manusia. Urat nadi merupakan yang penting didalam tubuh,
tempat mengalir darah-darah dan zat-zat makanan. Kita kaitkan dengan
perhubungan, misalnya : jalan dan sungai, karena itu muncullah kalimat sungai
urat nadi penghubungan.
Metafora binatang, disamping metafora yang
berhubungan dengan diri manusia, terdapat metafora yang berhubungan dengan
binatang. Metafora binatang yakni asosiasi mambandingkan sifat-sifat binatang dan
sifat manusia yang menampak. Yang diperbandingkan sebenarnya bukan saja sifat,
tetapi juga unsur-unsur tubuh manusia. Oleh sebab itu lahirlah unsur kata :
cakar ayam, orang mengatakan, tulisanmu cakar ayam, orang segera
mengasosiasikannya dengan kenyataan tulisan tersebut dengan tempat yang
dicakar-cakar ayam karena mencari makanan.
Ayam yang mencakar-cakar dengan maksud mencari
makanan, terlihat keadaan tanah yang bergaris-garis tidak terarur. Dengan
demikian, tulisanmu cakar ayam, keadaannya seperti garis-garis yang terdapat ditanah
karena dicakae-cakar ayam. Dengan kata lain tulisan tersebut buruk.
Metafora sinestik, yakni metafora yang didasarkan
pada perubahan kegiatan diri indra keindra yang lain. Misalnya dari indra
pendengaran keindra perasa, yang menghasilkan metafora: music yang keras, suara
halus, suara keras, kalau orang mengatakan, “suara keras menakutkan bayi”. Maka
bayangan kita mengacu kepada orang berbicara keras-keras. Jadi lambang mengacu
kapada kenyataan. Ada pula metafora sebagai akibat perubahan kegiatan indra
pencium keindra peraba, misalnya, parfum yang berbau lembut ; dari indra
penglihatan keindra
Menurut Kosasih ( 2007 : 121 ) mengatakan, “Metafora
adalah majas perbandingan yang diungkapkan secara singkat dan padat. Contoh :
·
Dia dianggap anak emas majikannya
·
Perpustakaan adalah
gudang ilmu
Baik secara langsung maupun tidak langsung,
lambang-lambang sering kali mengambil bentuk metafora. Menurut Tarigan (1982 :
169) mengatakan bahwa “ pada prinsipnya metafora merupakan sejenis analogi,
suatu komparasi terhadap dua hal yang dalam beberapa segi mengandung persamaan.
Harus diinsyafi benar-benar bahwa dalam sastra dipergunakan beraneka ragam
metafora, namun dalam pembicaraan disini dibatasi pada jenis-jenis yang amat
sering dimanfaatkan oleh pada pengarang saja”
Persamaan adalah
sejenis metafora yang merupakan suatu analogi eksplisit yang ditandai oleh kata
seperti, sebagai, bak, sempurna, dan
sejenisnya. Contoh : seperti pungguk
merindukan bulan. Rambutnya bak
mayang terurai.
Personifikasi
merupakan sarana bahasa yang memperlakukan objek-objek yang mati ataupun yang
bukan manusia sebagai yang hidup atau yang bersifat manusia.
Contoh
:
1. Laut memanggil
putra-putri bangsa.
2.
Tanah-tanah gersang menghimbau para arif bijaksana
3. Angin sepoi mengelus pipinya yang lembut.
Sinekdohe merupakan sejenis metafora :
sebagai menyatakan keseluruhan atau keseluruhan menyatakan sebagian:
I Contoh :
Berilah
kami roti sehari-hari.
Kerlingan matanya membuat daku terpaku.
Metonimia,
sejenis metafora suatu sifat khusus dipergunakan sebagai pengganti sesuatu
objek atau sesuatu profesi. Contoh : dia hidup dari bedil. ( Bedil dipergunakan sebagai pengganti profesi militer). Paman saya akan diberi toga bulan depan. (Toga dipakai sebagai pengganti profesi maha guru atau guru besar).
Keraf (2006 : 139-140) bahwa, metafura adalah
semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk
yang singkat, separti bunga bangsa, buaya darat, buah hati, indera mata, dan
sebagainya. Metafora sebagai perbandingan langsung, tidak menggunakan kata
seperti, bak, bagai, bagaikan, dan lain-lain. Dalam metafora, pokok pertama
langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Proses terjadinya, sebenarnya sama
dengan simile, tetapi secara berangsur-angsur keterangan mengenai persamaan dan
pokok pertama dihilangkan. Misalnya sebagai berikut :
(1) Pemuda
adalah seperti bunga bangsa. (menjadi)
Pemuda adalah
bunga bangsa (menjadi)
Pemuda bunga
bangsa. (menjadi)
Bunga bangsa
(2) Orang
itu adalah seperti buaya darat. (menjadi)
Orang itu adalah
buaya darat (menjadi)
Orang itu buaya
darat. (menjadi)
Buaya darat.
Selanjutnya,
dijelaskan pula bahwa metafora tidak selalu menduduki fungsi predikat,
Tetapi
dapat juga menduduki fungsi lain, seperti subjek, objek, dan sebagainya. Metafora
dapat berdiri sendiri sebagai kata. Disinilah letak perbedaan metafora dengan
simile. Simile tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata karena keberadaan
konteks sangat diperlukan untuk membantu mempersamaan makna.
4.
Komponen-komponen
Metafora
Sebagai sebuah ungkapan, metafora memiliki
bagian-bagian sebagai unsur atau komponen pembangunnya. Sehubungan dengan
itu, Metafora terdiri dua bagian (term)
yaitu term pokok (principal term) dan term kedua (secondary term). Term pokok
disebut juga tenor, term kedua disebut juga vehicle. Term pokok (tenor)
menyebutkan hal yang dibandingkan, sedang term kedua (vehicle) adalah hal yang
dipakai untuk menbandingkan.
Pada pembahasan pengertian metafora yang telah
disampikan di depan. Keraf (2006:139-140) mengemukakan bahwa, metafora adalah
semacam analogi yang membanding dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk
yang disingkat, seperti bunga bangsa, buaya darat, buah hati, dan sebagaianya.
Sebagai perbandingan langsung, tidak menggunakan kata seperti bak, bagai, bagaikan,
dan lain-lain.
5. Macam-macam
Metafora
Dimuka
telah dijelaskan bahwa gaya bahasa, termasuk metafora, merupakan cirri khas
gaya mengunakan bahasa untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya pada orang
lain (pembaca). Setiap gaya yang kreatif
akan mencari dan menemukan keasliannya (kareteristik) masing-masing dalam
bertutur. Hal ini karena gaya bahasa kiasan, khususnya metafora, seolah-olah
merupakan ladang subur bagi para penyair untuk berkreasi menciptakan
ungkapan-ungkapan yang khas dan berdaya ungkap kuat tanpa melupakan estetika.
Begitu banyak corak metafora yang ditemukan akan dipaparkan klasifikasi
metafora ditinjuan dari beberapa segi, yaitu
segi sifatnya, segi keterpakaiannya, dan segi bentuk sintaksisnya.
Selanjutnya, paparan yang dimaksud disagikan seperti dibawah ini.
1)
Berdasarkan
Sifatnya
Dalam penjelasannya tentang metafora, bahwa
contoh-contoh metafora seperti lintah darat, bunga bangsa, kambing hitam, bunga
sedap malam, dan sebagainya digolongkan sebagai metafora klasik (konvensional).
Metafora klasik (konvensional) adalah metafora yang
sudah dimiliki masyarakat pemekai bahasa. Metafora jenis ini lazim dipahami
sebagai bentuk metafora. Ia banyak digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Keberadaannya
dapat dilacak dalam kamus-kamus idiom (ungkapan).
2)
Berdasarkan
Keterpakaiaannya
Pembagian
metafora berdasarkan keterpakaiannya yang dimaksudkan adalah terpakai tidaknya
sebagai metafora pada masa sekarang ungkapan-ungkapan yang sebelumnya merupakan
metafora. Hal ini karena adanya kenyataan bahwa bentuk-bentuk metafora tertentu
yang sudah tua dan lazim dianggap tidak memilki nilai kias lagi dalam kandungan
maknanya. Ada metafora yang disebut dengan metafora mati. Metafora mati adalah
metafora yang sudah klise. Metafora semacam ini sudah dilupakan. Sebagai contoh
ungkapan kaki gunung, lengan kursi dan sebagainya. Keraf (2006:139-140)
menyatakan bahwa bila pada masa sekarang sebuah metafora masih dapat ditentukan
makna dasar dari konotasinya. Maka metafora itu masih hidup, tetapi bila
konotasinya tidak dapat ditentukan lagi,
maka metafora itu sudah mati, sudah merupakan klise. Untuk memperjelas
pendapatannya, disajikan contoh sebagai berikut:
a. Perahu
itu mengergaji ombak
b. Mobilnya
batuk-batuk sejak tadi pagi
c. Pemuda-pemudi
adalah bunga bangsa
Kata-kata
mengergaji, batuk-batuk, dan bunga bangsa masih hidup dengan arti aslinya.
Sebab itu, penyimpangan makna seperti yang terdapat dalam kalimat-kalimat
diatas merupakan metafora yang hidup. Namun, proses penyimpangan semacam itu
pada suatu saat dapat membawa pengaruh lebih lanjut dalam perubahan makna kata.
Metafora yang sudah sangat umum, lama-kelamaan diluapkan orang itu metafora
sehingga makna yang baru itu dianggap sebagai makna yang kedua atau ketiga
seperti: berlayar berkembang, jembatan, dan sebagainya.
Metafora
semacam ini adalah metafora mati. Dengan matinya sebuah metafora, pemakai
bahasa berada kembali didepan sebuah kata yang mempunyai denotasi baru.
Metafora semacam ini dapat membentuk sebuah kata kerja, kata sifat, kata benda,
frase atau klausa, seperti menarik hati, memegang jabatan, mengembangkan,
menduga dan sebagainya.
3)
Berdasarkan
Bentuk Sintaksisnya
Dilihat
dari bentuk sintaksisnya, ada tiga macam metafora yaitu, metafora nomina,
metafora predikat, dan metafora kalimat. Dijelaskan metafora nomina merupakan
metafora yang memilki potensi menduduki potensi satuan gramatika (satuan
bahasa) pembangun kalimat yang disebut subjek dan objek. Contoh “nenek melirik
tadi pagi.”
6.
Pengertian
puisi
Menurut KBBI Puisi adalah syair, sastra yang
berbentuk sajak, pantun dan sebagainya.
Puisi adalah curahan jiwa atau luapan hati seseorang
penyair yang di sampaikan sacara spontan seraya mengandung perasaan-perasaan
penuh daya bayang, irama, dan keindahan. Secara singkat, puisi ialah curahan
atau luapan hati hati seseorang penyair secara spontan.
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang
‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan
itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulanya
terbuang
Biar peluru menembus
kulitku
Aku tetap meradang
menerjang
Luka dan bisa kubawa
berlari
Berlari
Hingga hilang pedih
peri
Dan aku akan lebih
tidah peduli
Aku mau hidup seribu
tahun lagi
(Chairil
Anwar)
Puisi itu brjudul “AKU”. “Aku” adalah kata ganti
untuk memperhatikan atau menonjolkan diri sendri. “Aku” adalah kata ganti yang
paling tepat untuk memperhatikan individualisme. Jadi majas metafora yang
terdapat
Aku ini binatang
jalang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar